Kebetulan, di kampusku terdapat program Pemahaman Alkitab. Program ini mengharuskan seorang mahasiswa baru mendapat bimbingan pemahaman Alkitab dari seorang seniornya yang berperan sebagai mentor. Program Pemahaman Alkitab ini dapat dilakukan di mana saja, sesuai kesepakatan.
Nah, kebetulan, kami memang telah berjanji untuk Pemahaman Alkitab, namun, kami belum sempat menentukan tempat yang nyaman untuk Pemahaman Alkitab. Aku pikir, mungkin kami akan Pemahaman Alkitab di kampus saja. Akan tetapi, rupanya, seniorku justru lebih ingin Pemahaman Alkitab ini dilaksanakan di kost-ku. Tanpa berpikir panjang, aku segera mengiyakan usulan seniorku itu.
Nah, kebetulan, kami memang telah berjanji untuk Pemahaman Alkitab, namun, kami belum sempat menentukan tempat yang nyaman untuk Pemahaman Alkitab. Aku pikir, mungkin kami akan Pemahaman Alkitab di kampus saja. Akan tetapi, rupanya, seniorku justru lebih ingin Pemahaman Alkitab ini dilaksanakan di kost-ku. Tanpa berpikir panjang, aku segera mengiyakan usulan seniorku itu.
"Welcome to the jungle!" Kata seniorku itu tatkala kami tiba di kost-nya.
Aku melangkah memasuki rumah kost-nya.
"Oke, untuk kali ini, program Pemahaman Alkitab dilaksanakan di kost-ku. Selanjutnya, kita lakukan di kost kamu, ya?"
Aku mengangguk.
"Oh, ya, omong-omong, kamu ingin Pemahaman Alkitab di kost aku bukan karena kamar kost-mu berantakan, kan?" Katanya.
Pertanyaannya membuatku tertegun. Langkahku pun terhenti sejenak.
"Bercanda, kok," kata seniorku itu seraya tersenyum.
Aku melangkah memasuki rumah kost-nya.
"Oke, untuk kali ini, program Pemahaman Alkitab dilaksanakan di kost-ku. Selanjutnya, kita lakukan di kost kamu, ya?"
Aku mengangguk.
"Oh, ya, omong-omong, kamu ingin Pemahaman Alkitab di kost aku bukan karena kamar kost-mu berantakan, kan?" Katanya.
Pertanyaannya membuatku tertegun. Langkahku pun terhenti sejenak.
"Bercanda, kok," kata seniorku itu seraya tersenyum.
Setelah kami menuntaskan Pemahaman Alkitab pada pertemuan kali itu, aku kembali ke kost-ku. Saat memasuki kamar kost-ku, tiba-tiba aku teringat kembali dengan kata-katanya itu itu. Mungkin maksudnya bercanda, tetapi tatkala kurenungkan kembali, apa yang baru saja kualami tersebut mengingatkanku pada ayat berikut.
Tetapi hari Tuhan akan tiba seperti pencuri. (2 Petrus 3:10)
Bagaimana jika yang datang justru Tuhan dan kemudian Ia menemukan diriku dalam kondisi kehidupan yang berantakan seperti ini? Kamar kost-ku itu merepresentasikan hidupku sekarang. Hidupku ini sangat berantakan, Kawan! Aku mewarnai hari-hariku dengan mengeluh, berpikir negatif, bahkan aku sering melupakan aktivitas bersaat teduh! Sering pula aku berpikir untuk menjadi orang yang tidak beragama karena merasa tak tahan dengan tekanan yang kuhadapi.
Ah, rupanya aku terlalu banyak membuang energiku untuk khawatir. Aku lupa untuk beriman kepada-Nya. Padahal, jika aku beriman, maka aku akan lebih mampu menata kehidupanku dan menjadikan Tuhan sebagai pusat kehidupanku.
Tuhan Yesus yang Maha Baik, berikan aku iman yang lebih kuat dan hati yang lebih teguh. Bimbinglah aku Tuhan, agar aku mampu menata kehidupanku sehingga hidupku lebih baik.
Ah, rupanya aku terlalu banyak membuang energiku untuk khawatir. Aku lupa untuk beriman kepada-Nya. Padahal, jika aku beriman, maka aku akan lebih mampu menata kehidupanku dan menjadikan Tuhan sebagai pusat kehidupanku.
Tuhan Yesus yang Maha Baik, berikan aku iman yang lebih kuat dan hati yang lebih teguh. Bimbinglah aku Tuhan, agar aku mampu menata kehidupanku sehingga hidupku lebih baik.